Rabu, 12 Mei 2010

menyoal fatwa MUI tentang arah kiblat

Allah berfirman dalam surat albaqarah: 149 yang artinya: “Dan dari mana saja engkau keluar (untuk mengerjakan shalat), maka hadapkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram (Ka’bah), dan sesungguhnya perintah berkiblat ke Ka’bah itu adalah benar dari Tuhanmu. Dan (ingatlah), Allah tidak sekali-kali lalai akan segala apa yang kamu lakukan.” ( QS. Al-Baqarah : 149 )
Dalam hadits juga dijelaskan:
“ Baitullah ( Ka’bah ) adalah kiblat bagi orang-orang di dalam Masjid Al-Haram dan Masjid Al-Haram adalah kiblat bagi orang-orang yang tinggal di Tanah Haram ( Makkah ) dan Makkah adalah qiblat bagi seluruh penduduk bumi, Timur dan Barat dari umatKu” ( Hadith Riwayat Al-Baihaqi )
Dari kedua dalil iini mengisyaratkan bahwa menghadap kiblat ketika menghadap shalat itu merupakan keharusan. Fuqoha sepakat bahwa menghadap kiblat dalam shalat adalah syarat sah. Sebagai mana Kita ketahui dan fahami, bahwa yang namanya syarat itu dari awal kita melaksanakan perbuatan itu harus ada. Dalam fathul mu’in dijelaskan bahwa yang namanya syarat itu harus tetap ada dari awal dia melaksanakan shalat sampai selesai shalat. Sehingga dalam ulama syafi’iyah dijelaskan bahwa apabila ketika shalat itu badan kita belok dan hati / dada kita ikut belok yang menyebabkan berubah tidak menghadap kiblat, maka shalatnya tidak sah.
Dengan demikian ulama-ulama terdahulu juga mensyaratkan untuk menghadap kiblat.
Dari hadits itu kita bisa ambil kesimpulan bahwa ini merupakan penekanan dan rukhsoh. Bahwa menghadap ka’bah itu wajib. Saking wajibnya kita menghadap kiblat dalam shalat, sampai-sampai tanah haram itu sebagai kiblat bagi mereka yang jauh dari ka’bah itu, termasuk kita.
Kalau kita cukup menghadap kearah barat saja, maka itu akan menghadap kemana...?????
Kalau kita lihat peta, maka arah itu akan menghadap ke benua afrika selatan, mungkin sampai pada negara somalia. Kita tahu negara somalia keadaan penduduknya masih kaya gitu,,,, dan kayanya tidak banyak berkahnya kalau dibanding makkah al mukarromah. Jauh lebih baik dan tidak ada duanya.
Jadi kenapa kita cukup menghadap kearah barat tok. Kalau ada yang lebih baik, maka kenapa kita tidak memanfaatkannya.
Metode dalam perhitungan dan penentuan arah kiblat sudah sangat maju, dulu mulai dengan metode miqyas, tongkat istiwak, rubu mujayyab, dan sekarang lebih maju, yaitu dengan mneggunkan alat bantu theodolit. Ataupun dengan memanfaatkan alam raya ini dengan mengamati matahari atau bintang, maka kita bisa menentukan arah kiblat dengan baik dan akurat.
Apa susahnya sih kalau menghadap kiblat kemakkah, khususnya ka’bah. Kita kan punya banyka ilmuan yang sudah memahami dan mumpuni ilmu falak yang bisa menghitung dan menentukan arah kiblat, maka alangkah baiknya jika kiblat kita cek kembali keakurasiannya sehingga lebih mengkhusu’kan kita ketika shalat.
Jadi kiblat untuk orang indonesia tidak cukup menghadap arah barat tok, tapi menceng kearah utara sekitar 24.
Semoga amal ibadah shalat kita diterima oleh allah swt amin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

ada pesan!