Selasa, 20 Juli 2010

RUMUS ARAH KIBLAT

Kiblat atau arah kiblat bisa dicari dengan persamaan rumus trigonometri. selain itu bisa juga dicari dengan persamaan trigonometri rubu’ mujayyab. Rubu’ mujayyab merupakan sebuah alat hitung sepertikalkulator yang sangat canggih. Alat ini sepertikalkulator karena data-datanya sudah ada didalam rubu’ itu sendiri. Seperti halnya kalkulator, ketika hendak menghitung kita hanya memasukan datanyakemudian tekan enter, maka hasilnya akan diketahui dengan otomatis. Rubu’ juga demikian, ketika hendak mencari / menghitung arah kiblat maka data-datanya dimasukan dengan mengkombinasikan Khoith dengan muri kepada data sittini atau jaib. Maka akan diketahui hasilnya.
Rumus kiblat yang biasa digunakan adalah rumus segitiga bola dengan bumi dianggap bulat bola, bukan geoid. Hal ini dikarena untuk memudahkan dalam pemecahan masalah ini. Hasil dari rumus ini sangat kaurat, hal ini bisa dilihat atau dibuktikan pada kiblatnya Masjid Agung Jawa Tengah (MAJT) yang dihitung dengan bantuan rumus segitiga bola dengan alat bantu Theodolit. Ternyata setelah dikomparasikan dengan qiblalocator yang ada di www.qiblalocator.com dan google earth, ternyata lurus tepat ke ain ka’bah. Jadi jangan ragu dan bimbang dengan menggunakan rumus segitiga bola ini.

Rumus yang biasa digunakan adalah:
1.Dengan rumus Tan
Tan Q = Tan φk x Cos φt / Sin SBMT – Sin φt / Tan SBMT
Atau
Tan Q = Tan φk x Cos φt x Cosec SBMT – Sin φt x Cotangen SBMT
Q = Azimut kiblat
Φk = Lintang Ka’bah yaitu sebesar (Φk = 21° 25’ 21” LU)
Φt = Lintang Tempat
SBMT = Selisih Bujur Makah dengan Tempat, yaitu dengan cara (Bujur Tempat – Bujur Ka’bah). Besarnya bujur ka’bah adalah  λ = 39° 49’ 34” BT
Besarnya lintang dan bujur ka’bah sudah pasti (Φk = 21° 25’ 21” LU &  λ = 39° 49’ 34” BT), sedangkan besarnya data lintang dan bujur tempat tergantung dimana dia berada.

Logika rumus Tan
Rumus Tan merupakan rumus azimut yang berhaluan pada titik timur atau barat, tergantung tempat dimana kita menghitung. Untuk wilayah indonesia, yang menghitung arah ke ka’bah, berarti nilai hasil dari rumus itu dihitung dari titik barat ke arah utara.
Misalkan menghitung arah kiblat kota semarang, maka data yang diperlukan adalah:
Lintang (Φt) = -7° S dan Bujur (λ) = 110°24’ BT
Φt = 21° 25’ 21” λ = 39° 49’ 34” BT
SBMT = 110°24’ - 39° 49’ 34” = 70° 34’ 26”
Tan Q = Tan φk x Cos φt / Sin SBMT – Sin φt / Tan SBMT
Tan Q = Tan 21° 25’ 21” x Cos -7° / Sin 70° 34’ 26” – Sin -7° / Tan 70° 34’ 26”
Q = 24° 30’ 31,62” BU (Barat-Utara)
Jadi nilai 24° 30’ 31,62” adalah data yang dihitung dari titik barat sejati kearah utara.

2.Dengan rumus cotangen
Cotangen Q = Tan φk x Cos φt / Sin SBMT – Sin φt / Tan SBMT
Atau
Cotangen Q = Tan φk x Cos φt x Cosec SBMT – Sin φt x Cotangen SBMT
Suplemen dan data-data yang diperlukan dari rumus ini sama
seperti rumus yang pertama. Yang berbeda hanya titik acuan saja. Rumus ini mengacu pada titik utara atau selatan. Apabila hasilnya negatif (-), maka titik acuannya adalah Selatan, dan apabila hasilnya positif, maka titik acuannya adalah utara. Nanti kita lihat contoh di bawah.
Kalau dilihat pada gambar disamping, data sudut yang dihasilkan dari rumus ini adalah sudut yang diapit oleh UBA, sebesar itulah sudut yang dihasilkannya.
Contoh menghitung arah kiblat kota semarang, data sama dengan contoh pertama.
Lintang (Φt) = -7° S dan Bujur (λ) = 110°24’ BT
Φt = 21° 25’ 21” λ = 39° 49’ 34” BT
SBMT = 110°24’ - 39° 49’ 34” = 70° 34’ 26”
Cotangen Q = Tan 21° 25’ 21” x Cos -7° x Cosec 70° 34’ 26” – Sin -7° x Cotangen 70° 34’ 26”
Q = 65° 29’ 28,38” UB (Utara-Barat)

Sebenarnya dengan menghitung pakai rumus yang pertama bisa mengetahui nilai rumus kedua itu. Dengan cara 90° - hasil perhitungan. Dengan demikian, maka hasil dari rumus satunya lagi akan diketahui.
Sebagai contoh, dari rumus yang kedua telah dihasilkan nilai 65° 29’ 28,38”, maka untuk mengetahui rumus yang pertama adalah:
BU = 90 - 65° 29’ 28,38”
= 24° 30’ 31,62”.
Untuk mengecek benernya hasil hitungan kita bisa dengan dihitung keduanya, kalau 90 - 24° 30’ 31,62” tidak sama dengan hasil hitungan pertama, maka perhitungan rumus pertama ada kemungkinana salah, juga berlaku sebaliknya.

Aplikasi rumus Cotangen
Rumus cotangen itu mengacu pada titik utara dan atau selatan. Ketika hasil hitungan kita negatif, berarti hitungan itu dihitung dari arah titik selatan ke arah barat kalau sore dan keara timur kalau pagi (ini kaitannya dengan perhitungan yang menyangkut data matahari) dan jika hasil hitungan positif, maka data itu ditarik dari titik utara kearah timur kalau pagi dan kearah barat kalau selatan.

Aplikasinya:
Dalam perhitungan azimuth matahari
Azimuth matahari ini bisa untuk awal bulan hijriya atau untuk perhitungan arah kiblat.
Untuk perhitungan awal bulan Hijria, ini sudah pasti kalau tidak ditambah 180° atau 360° dikurangi hasil perhitungan. Hal ini demikian karena kalau ditambah 180° berarti hasilnya negatif dan nilai negatifnya ini menjadi hilang (menjadi Absolut), dan jika hasilnya positif berarti 360° dikurangi data hasil perhitungan dan perhitungan yang dicari selalu satu waktu yaitu ketika sore (gurub) karena untuk keperluan rukyah hilal.
Dalam perhitungan arah kiblat
Dalam perhitungan arah kiblat dengan menggunakan alat bantu theodolit, maka dalam mencari azimuth matahari setelah dimasukan pada rumus azimuth matahari (sama dengan rumus kiblat yang ke-2) yaitu:

Cotangen Q = Tan δm x Cos φt / Sin tm – Sin φt / Tan tm
δm = deklinasi matahari
tm = sudut waktu matahari
sudut waktu matahari bisa dicari dengan cara mengetahui ketinggian matahari itu kemudian masukan kedalam rumus atau dengan waktu kapan mengambil bayangan matahari.
rumus untuk mencari ketinggian matahari yaitu

Cos tm = Sin hm / Cos δm / Cos φt - Tan δm x Tan φt

Kemudian masukan kedalam rumus untuk mencari data azimut matahari

Cotangen Q = Tan δm x Cos φt / Sin tm – Sin φt / Tan tm

Hasil dari Q ini akan digunakan untuk mencari data azimuth matahari dengan cara:
1.Pengukuran dilakukan pagi hari
Q (+) dan Deklinasi Utara => Azimuth Mthri = Nilai Q
Q (-) dan Deklinasi Selatan => Azimuth Mthri = 180 – Nilai Q

2.Pengukuran dilakukan siang/sore hari
Q (+) dan Deklinasi Utara => Azimuth Mthri = 360 - Nilai Q
Q (-) dan Deklinasi Selatan => Azimuth Mthri = 180 + Nilai Q

Nb: Ketka nilai Q dimasukan kedalam persamaan ini, maka nilai Q menjadi Positif (Absolut).
Untuk mengetahui utara sejati, data azimut ini diputar sampai nilainya itu nol (0), maka disanalah titik utara sejati, karena azimuth ini dihitung dari titik utara sejati.
Met mencoba menghitung dan mohon masukan jika terdapat kekhilapan dari rumus2 diatas, supaya tidak ada yang tersesatkan oleh tulisan ini. Terima kasih..
Encep. Abdul rojak (JIAC)

Rabu, 07 Juli 2010

Gawang Lokasi

Gawang lokasi adalah sebuah alat yang digunakan untuk melokalisir posisi hilal ketika pelaksanaan rukyah. Alat ini terdiri dari dua bagian yaitu:
a. Tiang pengincar,
adalah sebuah tiang tegak terbuat dari besi yang tingginya sekitar 1 sampai 1,5 meter, dan dipuncaknya diberi lobang kecil untuk mengincar.
b. Gawang lokasi,
adalah dua buah tiang tegak terbuat dari besi berongga. Pada ketinggain yang sama dengan tinggi tiang teropong, kedua tiang tersebut dihubungkan dengan mistar datar sepanjang kira2 15-20 CM, sehingga ketika melihat melalui lobang kecil itu yang terdapat pada ujung tiang pengintai menyinggung garis atas mistar, pandangan akan menembus persis pemukaan air laut yang merupakan ufuk mar’i.
diatas kedua tiang tersebut terdapat dua tiang besi yang atasnya dihubungkan dengan mistar datar. Kedua tiang ini dimasukan kedalam rongga dua tiang pertama, sehingga tinggi rendahnya dapat menurut tinggi hilal pada saat observasi.
Jarak yang baik antara tiang pengincar dengan gawang lokasi sekitar 5 meter atau lebih.
Untuk menggunakan alat ini, kita harus punya data hasil perhitungan tentang hilal itu sendiri pada tempat tersebut sudah terdapat arah mata angin yang cermat.
Sistem perhitungan untuk menyetel gawang dan tongkat pengincar menggunakan persamaan trigonometri. Tapi belu saatnya diupload soalnya mau ngumpulkan tugas dulu, klo dah saya kumpul gampang he....
sumber Almanak Hisab Rukyah Depag.