Senin, 19 April 2010

imkanurrukyah

Pada tanggal 29 sya’ban, 29 Ramadhan dan 29 syawal pasti di Indonesia ini ramai dengan Kyai-kyai yang ahli dalam ilmu falak, ilmuan, tehnisi, dan masarakat yang ikut menunggu datangnya hilal. Pada saat itu, acara mulai setelah ashar, karena harus menyiapkan dan mensetting peralatan yang digunakan untuk menengok hilal. Dengan peralatan itulah mereka mau menunggu hilal supaya terlihat.
Kalau keadaan langit cerah, maka mereka semakin optimis dan semangat dalam persiapan itu. Tapi kalau sebaliknya, maka mereka sedikit pesimis kalau mereka bias bertemu dengan hilal. Karena susahnya melihat hilal diawal bulan, maka mereka ingin sekali melihat itu. Padahal tidak setiap orang bias melihat hilal. Karena ada orang / kyai yang melihat ikut menengok hilal tapi masih belum ketemu, sehingga sangat berharap sekali jika dalam pelaksanaan rukyah itu mereka dapat melihat. Apalagi jika ketinggian hilal sangat mendukung dan bias dimungkinkan hilal dapat dilihat.
Menurut criteria MABIMS, hilal dapat dilihat jika ;
1. Minimal ketinggian hilal > 2
2. Sudut elongasinya 3
3. Umur bulan setelah matahari terbenam 8
Sedangkan menurut kriteri yang dihasilkan di Istambul tahun 1978. Bahwa Visibilitas crescent itu jika:
1. Ketinggian hilal > 5
2. Sudut elongasinya 8
3. Umur bulan setelah matahari terbenam 8
Dari sini terdapat perbadaaan antara kriteria MABIMS dan hasil kerja di istambul. Hal ini dimungkinkan karena mathla dan letak geografisnya berbeda, sehingga menghasilkan kriterian yang berbeda pula.
Kalau cuaca cerah, maka perukyah seneng karena optimis mau bertemu dengan benda langit yang lebih diakrab dipanggil hilal / crescent. Tapi kalau cuaca mendung, maka suramlah wajah perukyah, karena tidak bisa bertemu dengan hilal.
Sejauh manakah seseorang bisa optimis bisa melihat hilal walaupun dengan teropong yang aktual, canggih, tapi dengan adanya wana yang tebal / gumm, maka besar kemungkinan hilal tidak bisa dilihat.
Sebuah benda langit yang merupakan sumber kehidupan manusia dibumi ini, yang memiliki cahaya sendiri, ketika cuaca mendung masih tertutup awan, apalagi sebuah hilal yang merupakan benda langit yang tidak memiliki cahaya sendiri, yang hanya memantulkan dari matahari, dan yang dipantulkannya itu hanya sedikit lagi. Sehingga sangat sedikit sekali harapan untuk bertemu hilal jika keadaan cuaca mendung. Wong matahari ae sing ndwe cahaya dewe ora iso keto, opo mneh hilal sing ora ono cahaya.........
Tapi kita tidak bolah seperti itu. Kita niatkan ikhlas saja, sehingga kita bisa mendapatkan reward dari allah swt. Hal ini sesuai dengan kaidah fiqhiyyah yang pertama, yaitu “ Al-umuuru Bi Maqoosidiha “ yang dasar pengambilannya dari hadits “ Innamal A’malu Binniyat”. Dengan demikian, kalau kita tidak bisa bertemu dengan hilal tapi kita bisa dapet pahala. Amin...
Bagaimana dengan kedudukan hisab?
Hisab merupakan ilmu perhitungan yang memperhitungkan posisi sebuah benda dilangit. Sengan adanya hitungan itu, maka kita bisa tahu posisinya dimana dan kita pun akan paham kapan kita harus melaksanakan rukyah.
Sebagaimana kita ketahui bahwa pada jaman ini kemajuan akan ilmu pengetahuan, khususnya astronomi sudah sangat pesat. Dimulai dengan ditemukannya alat melihat dari jauh / teropong, maka seorang observer / astronomer bisa meneliti keadaan univers ini dengan lebih baik. Selain itu, kemajuan dalam bidang pengetahuan. Sehingga temuan itu tidak sukar untuk dikalkulasikan dan diformulasikan, sehingga hasilnya itu tercover dan bisa dimanfaatkan oleh semua orang.
Pada zaman ini, apabila kita mau tahu tentang posisi benda langit tidak repot lagi. Mau pake yang manual, dengan menghitung dengan data-data yang sudah ada kemudian diolah, sehingga menghasilkan data benda langit yang kita perlukan.
Apalagi sudah lama ditemukan ilmu ukur Spherical Trigonometry. Dengan ilmu ini, kita bisa menentukan kapan posisi matahari dilangit, sebelah selatan pa utara, ketinggiannya pun juga bisa diperhitungkan. Dengan demikian kita juga bisa menentukan ketinggian hilal kapan pun dan dimanapun, dengan data geografis yang berbeda.
Dengan demikian, ilmu hisab membantu dalam pelaksanaan rukyah. Kapan kita harus rukyah itu ditentukan dengan hasil hisab yang dilakukan. Baik yang sistem kontemporer maupun hisab yang masih menggunakan kitab-kitab peninggalan jaman dulu yang harus kita jaga dan pelajari, sehingga warisan ilmu itu masih tetap utuh dan terjaga ilmunya. Kalau bukan kita yang mempelajarinya, siapa lagi ayooooo.....
The last... ilmu hisab sangat membantu dalam bidang ilmu falak ini. Jangan kau anggap remeh ilmu hisab, karena membantu peribadahan orang muslim sedunia loh..
Luck always... amin.

2 komentar:

  1. mari kreasikan jiwa dan pikiran kita dengan saling bertukar informasi via blogging,
    ojo lali kunjungi web aq juga yooo.,.,.,

    BalasHapus

ada pesan!