Senin, 10 Juni 2013

Sejarah Asas Legalitas



Dalam KUHP Indonesia, Asas Legalitas terdapat dalam Pasal 1 ayat (1) KUHP, yang berarti bahwa “Tidak dapat dipidana seseorang kecuali atas perbuatan yang dirumuskan dalam suatu aturan perundang-undangan yang telah ada terlebih dahulu”. Asas itu tidak semata-mata lahir tanpa ada sejarah panjang yang melatar belakanginya.
Menurut catatan sejarah, asas ini dirumuskan oleh Anselm von Feuerbach dalam teori: “vom psychologishen zwang” yang berarti paksaan psikologi, diengan adagium: nullum delictum nulla poena sine praevia lege poenali yang mengandung tiga prinsip dasar. Prinsip dasar tersebut adalah: 
1.      Nulla poena sine lege (tiada pidana tanpa undang-undang)
2.      Nulla Poena sine crimine (tiada pidana tanpa perbuatan pidana)
3.      Nullum crimen sine poena legali (tiada perbuatan pidana tanpa undang-undang pidana yang terlebih dulu ada)
Ketiga prinsip dasar ini memiliki fungsi, yaitu:
Ø  Dalam menentukan perbuatan-perbuatan yang dilarang di dalam peraturan bukan saja tentang macamnya perbuatan yang harus dirumuskan dengan jelas, tetapi juga macamnya pidana yang diancamkan;
Ø  Dengan cara demikian, maka orang yang akan melakukan perbuatan yang dilarang itu telah mengetahui terlebih dahulu pidana apa yang akan dijatuhkan kepadanya jika nanti betul-betul melakukan perbuatan;
Ø  Dengan demikian dalam batin orang itu akan mendapat tekanan untuk tidak berbuat. Andaikata dia ternyata melakukan juga perbuatan yang dilarang, maka dipandang dia menyetujui pidana yang akan dijatuhkan kepadanya.
Prof. Moeljatno menjelaskan inti pengertian yang dimaksud dalam asas legalitas yaitu :
a)      Tidak ada perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana kalau hal itu terlebih dahulu belum dinyatakan dalam suatu aturan undang-undang. Hal ini dirumuskan dalam Pasal 1 ayat (1) KUHP.
b)      Untuk menentukan adanya perbuatan pidana tidak boleh digunakan analogi, akan tetapi diperbolehkan penggunaan penafsiran ekstensif.
c)      Aturan-aturan hukum pidana tidak berlaku surut.
Nullum Delictum Nula Poena Sine Praevia Lege Poenali, Menurut Wikipedia kalimat itu disanjungkan pertama oleh Paul Johann Anselm Ritter von Feuerbach. Orang ini yang menuliskannya dalam The Bavarian Criminal Code di 1813.
Paul menelorkan pikiran demikian juga. Paul tak setuju degan teori kekutan sipil-nya Thomas Hobbes. Dalam kuliahnya soal jurisprudence criminal, dia mengemukakan teorinya yang terkenal. Paul mengumandangkan nullum crimen, nulla poena sine pravia lege poenali. Gara-gara omongannya itu, partai Paul, Rigorits, pun bangkit seketika. Suaranya merangkak tanpa lewat survei dan segala tetek bengeknya. Partai itu bermodalnya teori pembaruan yang dilantunkan Paul itu. Sang profesor di Jena dan Kiel, Jerman, di 1804 lalu.
 Buah pikiran Paul ini pun diadopsi dunia. Nullum crimen masuk sebagai hukum dasar alam criminal internasional. Makanya ex post facto laws pun dilarang dilakukan. Inilah yang menimbulkan pertentangan dikalangan pengacara-pengacara dunia.
 Namun, muasal teori ini ternyata ada yang mendongengkannya beda pula. Emeritus John Gilsen bilang berbeda. Katanya, kalimat itu aslinya ialah nullum crimen, nulla poena sine pravia lege poenali. Penciptanya Cesare Beccaria (1738-1794). Pria ini orang Italia. Orang ini, disebutkan sangat luar biasa. Di usia muda, 25 tahun, dia mampu menyusun buku pidana lengkap. Judulnya Dei delitti pene (tentang beragam kejahatan dan hukuman). Buku itu, kemudian diterbitkan lagi oleh Voltaire yang menggubahnya dalam berbagai bahasa Eropa.
 Beccaria terpengaruh Contrat Social-nya JJ Rousseau. Dalam otaknya, setiap orang wajib menyerahkan sebagian kemerdekaannya kepada raja. Tapi bagi sang penguasa, tidak oleh berbuat seenaknya tanpa ada aturan yang disusun oleh undang-undang.
Ternyata, ide Beccaria ini banyak diterima akal orang Barat sana. Perancis yang pertama mengadopsi. Dalam Declaration des Droits de I’Homme (UUD Perancis) tahun 1789, 1795 dan 1810, buah pikiran Beccaria itu disahkan sebagai aturan.
Cuma Beccaria ternyata tak orisinil juga. Manusia sebelum dia, sempat berpikiran sama. Paus dari abad III A.D. (Anno Domini –tarikh sebelum Masehi--). Dia sempat mengumandangkannya pula. Ada tulisannya yang berbunyi begini : non ex regulis ius sumatur, sed ex iure quod est regula fiat (kita menjabarkan hukum tidak dari aturan-aturan hukum, tapi hukum dari apa yang merupakan aturan).
Sialnya, bila dirunut lagi, Paus juga tak berdiri sendiri. Dia terpengaruh oleh Romawi. Dan Romawi pun berkiblat pada Yunani kuno. Barat banyak menjiplak Yunani kuno menjadi bahan untuk menuntun kehidupan. Mereka mengadopsi aturan Yunani untuk menjalankan kenegaraan. Tak heran, Barat pun sempat mengalami kesesatan.
Siapapun pencetus kalimat itu, tetap saja Barat yang menjadi sumbernya. Ironisnya, mereka sendiri tak sejati menerapkannya. Di Jerman, azas itu sempat dikesampingkan. Tatkala Barat ingin mengadili penjahat perang Nazi, prinsip itu dibuang. Seluruh kawanan anak buah Hitler diadili. Mereka dituduh melakukan perbuatan kriminal. Padahal, tragedi Nazi terjadi jauh sebelum prinsip ini lahir. Jauh sebelum undang-undang Jerman melarangnya. Bahkan, di era Hitler sendiri, tindakan Nazi justru disahkan oleh peraturan. Mereka bukan dianggap melakukan pelanggaran. Tapi, karena Barat yang berkehendak, maka azas itu pun dipinggirkan. Penjahat Nazi diadili. Mereka dihukum mati.
Jerman ternyata tetap dalam kesialan. Setelah era Nazi, kasus Tembok Berlin juga serupa. Begitu tembok pemisah itu rubuh, pelaku-nya diadili. Hukuman diterapkan walau dibuat belakangan. Jerman sial duakali. Mereka kalah karena kehendak Inggris dan antek-anteknya. Kejadian itu berlaku sejak Nuremberg Trials. Saat itu, seluruh Eropa sepakat mengenyampingkan soal nullum crimen (nullum dilectum) demi bisa menghukum Hitler berikut para pengikutnya.
Era kini, sempat terjadi lagi. Saddam Hussein jadi korban berikutnya. Setelah Slobodan Molisevic, dia diadili oleh Barat juga. Saddam dianggap melakukan kejahatan kemanusiaan. Dia dituntut melakukan kriminal berat. Saddam pun mati ditiang gantungan. Padahal, tindakan Saddam dilandasi oleh aturan. Tindakan Saddam, tak menyalahi kriminal di negaranya. Tapi, dianggap melanggar kriminal di Eropa. Barat tak mau mengikuti nullum crimen. Barat tak mengakui nullum dilectum tadi.
Kita, justru ironis sekali. Azas itu seolah harga mati. Dalam pidana kita, dia diletakkan pertama tanpa boleh diusik sama sekali. Padahal, nullum dilectum hanyalah mulut manis Barat semata. Di negeri sana, nullum dilectum diperkosa dengan sesuka hatinya. Bila Barat ingin, maka dia disanjung paling tinggi. Tapi bila mereka ingin menggantung sang teroris, azas itu dianggap tak pernah lahir.
Tentu sial juga buat bangsa ini. Selalu mengekor Barat yang sesat. Tak heran, hukum di negeri ini jauh dari supremasi yang diharapkan.

Selasa, 14 Mei 2013

Data Gerhana Matahari Total 10 Mei 2013

Gerhana Matahari Total 10 Mei 2013 by Encep_Raden_Ro_4111

MENENTUKAN JAM DARI BAYANGAN SUATU BENDA

Menentukan Jam Dari Bayangan Suatu Benda by Encep_Raden_Ro_4111

Rabu, 24 April 2013

Gerhana Matahari Total 2013

Pada tahun 2013 ini, insya allah akan terjadi gerhana matahari total. Penentuan gerhana matahari bisa dilakukan melalui beberapa metode hisab, termasuk hisab taqribi, tahqiqi, dan kontemporer. Berikut ini contoh perhitungan gerhana matahari total yang akan terjadi pada hari Jum'at wage, tanggal 10 Mei 2013 menggunakan data Ephemeris Hisab Rukyah Kementrian Agama RI. 1. Menentukan kemungkinan terjadi Gerhana (Nilai LB < 1034'45"), lihat data LB di Ephemeris nilai FIB terkecil = 0.00001 Nilai LB = -0° 13’ 19” Tanggal = 10 Mei 2013 M. 2. Mencari saat ijtima' (t). Data ELM dan ALB Dari Ephemeris A. Cari S : ELM – ALB S = 49° 30’ 24” - 49° 16’ 25” = 0° 13’ 59” B. Cari V,langkahnya : B1. kec.matahari / jam , cara : selisih ELM pada jam FIB terkecil dan di bawahnya ELM jam 0 = 49° 30’ 24” ELM jam 01 = 49° 32’ 49” Selisih = 0° 2’ 25” B2. kec.bulan / jam , cara : selisih ALB pada jam FIB terkecil dan di bawahnya ALB jam 0 = 49° 16’ 25” ALB jam 01= 46° 46’ 41” Selisih = 0° 30’ 16” B3. V = kec.bulan / jam – kec.matahari / jam V = 0° 30’ 16” - 0° 2’ 25” = 0° 27’ 51” C. Menentukan saat ijtima',Cara : Saat Ijtima' = jam FIB terkecil + S / V = 0 Jam + (0° 13’ 59” / 0° 27’ 51”) – 0° 1’ 49,09” = 0° 28’ 18.45” 3. menentukan LB saat ijtima' : Cek Ulang (LB < 1034'45",jika LB < 1024'36" Pasti). Data LB dari Ephemeris,caranya : Interpolasi : A + C x (A – B ) LB jam 0 = -0° 13’ 19” LB jam 01 = -0° 16’ 06” Hasil = -0° 14’ 37,79” 4. Mencari data–data penunjang lainnya yaitu Semi Diameter Matahari, True Geocentris Distance, Semi Diameter Bulan, Paralak Matahari dan Paralaks Bulan saat istiqbal dengan cara menginterpolasi dengan rumus di atas. SDM = 0° 15’ 50,36” TGM = 1.009759729 SDB = 0° 14’ 25,62” PB = 0° 54’ 40,53” PM = 0° 0’ 8,71” (Paralak matahari menggunakan rumus: PM = 0° 0’ 8,794”/TGM) 5. Mengkoreksi LB dan V, Langkahnya : a. Mencari H,cara : sin H = sin LB / sin 50 H = 2° 47’ 55,49” b. Mencari LBM,cara : tan LBM = tan LB / sin H LBM = 4° 58’ 52,01” c. Mencari LBK,cara : sin LBK = sin H x sin LBM LBK = 0° 14’ 34,48” d. Mencari VK,cara : VK = cos LBK x V/ cos LBM VK = 0° 27’ 57,32” 6. Mencari A,cara : PB + SDM - PM A = 1° 10’ 22,18” 7. Mencari B,cara : A + SDB B = 1° 24’ 47,08” 8. Mencari C,cara : A – SDB C = 0° 55’ 56,56” 9. Mencari JI,cara : Cos JI = cos B / cos LBK JI = 1° 23’ 32,1” 10. Mencari JG,cara : Cos JG = cos C / cos LBK. JG = 0° 54’ 0,65” 11. Mencari T1,cara : JI / VK T1 = 2° 59’ 17,37” 12. Mencari T2,cara : JG / VK T2 = 1° 55’ 55,35” 13. Mencari pertengahan Gerhana (T0), langkahnya : 1. Mencari tk,cara : a. Mencari SF,caranya : cos SF= cos LB/cos LBK SF = 0° 01’ 16,16” b. Tk = SF / VK Tk = 0° 02’ 43,46” 2. koreksi T0,cara jika LB membesar maka T0 = t – tk.sedangkan jika LB mengecil maka T0 = t - Tk. T0 = 0° 25’ 34,99” 3. T0 WIB = TT – ∆T + 7 jam.catatan : ∆T dari tabel Hitung dulu ∆T dengan cara: - y = tahun + (bulan – 0,5)/12 - t = y – 2000 - ∆T = 62,92 + (0,32217x t) + (0,005589 x t2 ) ∆T = 0° 01’ 8,23” (Nilai aslinya adalah 68,23”, disederhanakan) T0 WIB = 07.24.27 WIB 14. Menghitung kontak – kontak gerhana  Awal Gerhana = T0 – T1 = = Pkl. 04.25.09 WIB  Awal Total = T0 – T2 = = Pkl. 05.28.31 WIB  Ahir Total = T0 + T2 = = Pkl. 09.20.22 WIB  Ahir Gerhana = T0 + T2 = = Pkl. 10.23.44 WIB 15. Menentukan apa gerhana terlihat dari daerah kita Bandung, pada tanggal 10 Mei 2013 bisa melihat gerhana, karena matahari terbit pada Pkl 05.48 WIB dan terbenamnya pada Pkl. 17.53 WIB Kesimpulan: Jum’at Wage, Tanggal 10 Mei 2013/ 29 Jumadil Akhir 1434 H,  Awal Gerhana = Pkl. 04.25.09 WIB  Awal Total = Pkl. 05.28.31 WIB  Tengah Gerhana = Pkl. 07.24.27 WIB  Ahir Total = Pkl. 09.20.22 WIB  Ahir Gerhana = Pkl. 10.23.44 WIB Hasib Encep Abdul Rojak

Jumat, 19 April 2013

Tata Cara Shalat Gerhana

Terdapat dua gerhana, yaitu gerhana matahari dan bulan. Rasulullah SAW. mengajarkan kepada umatnya, ketika terjadi gerhana disunahkan untuk melaksanakan shalat gerhana (matahari maupun bulan) 2 raka’at. Dalam setiap satu raka’at terdapat dua kali berdiri, artinya setelah melaksanakan rukuk yang pertama, kemudian berdiri lagi dan membaca fatihah layaknya permulaan shalat. Setelah selesai membaca fatihah dan surat, kemudian rukuk. Setelah rukuk berdiri lagi yang diteruskan dengan sujud. Sehingga ada perbedaan dalam hal berdirinya saja, yang lainnya sama seperti shalat biasa. Hukum melaksanakannya adalah sunnah, sehingga sangat dianjurkan sekali untuk melaksanakannya, karena shalat sunah gerhana tidak terjadi setiap bulan, hanya pada bulan-bulan tertentu saja. Mumpung masih ada usia, mari kita usahakan untuk melaksanakan shalat gerhana bulan ini. Setelah shalat sunnah selesai ditunaikan, selanjutnya dilanjutkan dengan khutbah dua kali, seperti khutbah pada pelaksanaan shalat jum’at, seperti yang telah dilaksanakan oleh Rasulullah SAW. dalam hadis yang diriwaytkan oleh muslim. (Kifayatul akhyar: 189). Bedanya pelaksanaan shalat gerhana matahari dan bulan. Dalam shalat gerhana bulan disunahkan untuk dikeraskan dalam bacaannya, sedangkan pada gerhana matahari disunahkan untuk dipelankan, walaupun imam sekalipun. Ajaran yang diajarkan selanjutnya yaitu memperbanyak berdzikir selama gerhana itu masih terjadi. Bentuk dzikir di sini bermacam-macam, sebagai mana laiknya orang sudah mengetahui, bisa dengan membaca al-qur’an, atau bacaan yang lainnya yang mengandung tahmid, tasbih, dan tamjid. Dan ini merupakan nilai tambah bgi seorang muslim. Selain itu, melakukan mandi pada saat terjadi gerhana juga merupakan salah satu ajaran yang dibenarkan. Sehingga sangat beruntung sekali bagi orang yang sempurna melaksanakan ibadah ini, dengan menjalankan dari yang terkecil, yaitu mandi, shalat gerhana, memperbanyak dzikir, dan memperbanyak sedekah. - Hukum Shalat Gerhana Hukumnya adalah sunnah muakkadah menurut kesepakatan ulama, berdasarkan dalil sunnah yang tsabit dari Rasulullah shallallahu alaihi wasallam. - Waktu Shalat Gerhana Yaitu sejak dimulainya gerhana sampai berakhirnya. Dalilnya adalah sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, “Maka apabila engkau melihatnya –yaitu gerhana tersebut- maka shalatlah” (Muttafaqun alaihi) Tidak disyariatkan shalat gerhana setelah gerhana itu selesai. Jika gerhana berakhir sebelum dia sempat shalat maka tidaklah disyariatkan shalat baginya. - Sifat Shalat Gerhana 1. Dia shalat dua rakaat dengan mengeraskan bacaan –menurut pendapat ulama yang benar- 2. Dia membaca surat Al-fatihah dan surat yang panjang seperti surat Al-Baqarah atau yang seukuran 3. Lalu dia ruku’ dengan ruku’ yang panjang. 4. Setelah itu dia mengangkat kepalanya dari ruku dan membaca “Sami’ Allahu liman hamidah rabbana lakal hamdu” 5. Lalu dia kembali membaca Al-Fatihah dan surat panjang yang lebih pendek dari surat pertama, seukuran Ali Imran. 6. Kemudian dia ruku’ dengan waktu ruku’ lebih pendek dari waktu ruku’ pertama. 7. Setelah itu dia angkat kepalanya dari ruku’ dan membaca, “Sami’ Allahu liman hamidah rabbana lakal hamdu, hamdan katsiran thayyiban mubarakan fiihi, mil’as samaai wa mil’al ardhi. Wa mil’a ma syi’ta min syai’in ba’du” 8. Lalu dia sujud dengan dua sujud yang panjang 9. Dia tidak panjangkan duduk di antara dua sujudnya 10. Kemudian dia kerjakan rakaat kedua seperti rakaat pertama dengan dua ruku dan dua sujud yang panjang. 11. Lalu dia bertasyahud, dan 12. Salam Ini adalah sifat salat gerhana sebagaimana yang dilakukan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wasallam sebagaimana yang diriwayatkan dari banyak jalan, di antaranya dari dua shahih (Shahih Al-Bukhari dan Muslim, lihat Al-Bukhari no. 1046, dan Muslim 2088) - Disunnahkan untuk melaksanakannya secara berjamaah sebagaimana yang dilakukan rasulullah shallallahu alaihi wasallam. Boleh pula dilaksanakan sendiri sebagaimana shalat sunnah lainnya, namun melakukannya secara berjamaah lebih afdhal. - Disunnahkan pula untuk memberikan nasehat kepada jama’ah setelah shalat, memperingatkan mereka dari berbagai kelalaian dan memerintahkan mereka untuk memperbanyak doa dan istighfar. - Apabila gerhana masih berlangsung setelah shalat selesai, maka hendaklah berdzikir kepada Allah dan berdoa sampai gerhana berakhir, dan tidak mengulang shalat. (Dan dalam hadits diperintahkan pula untuk bershadaqah –wr1). - Apabila gerhana selesai dan dia masih shalat hendaknya dia sempurnakan shalatnya dengan khafifah (dipercepat), tidak berhenti shalat begitu saja. Kapan waktunya shalat gerhana? Shalat gerhana berlaku selama gerhana itu masih terjadi. Misal gerhana terjadi selama 4 jam, maka selama itu dibenarkan apabil melaksanakan shalat gerhana, baik gerhana matahari maupun gerhana bulan. Apakah boleh mengqadha? Menurut penulis, apabila tertinggal karena ada alasan yang dibenarkan maka boleh, tetapi apabila alasannya karena menyepelekan, itu tidak boleh. Lakukan pada waktunya. Semoga kita diberi kekuatan untuk melaksanakannya. Amin